Beranda | Artikel
Dakwah sudah menjadi wajib ain?
Minggu, 12 April 2009

Sesungguhnya amar ma’ruf nahi mungkar merupakan bagian yang sangat penting di dalam agama Islam. Sebuah ajaran yang pada saat sekarang ini telah banyak dilalaikan oleh manusia, di desa maupun di kota, di kalangan orang-orang miskin apalagi di kalangan orang-orang kaya.

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hendaklah ada di antara kalian sekelompok orang yang menyerukan kebaikan, memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itu sajalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran : 104). Inilah karakter umat terbaik yang Allah ciptakan untuk peradaban umat manusia. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Kalian adalah umat terbaik yang dikeluarkan bagi manusia;kalian memerintahkan yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar, dan kalian beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran : 110).

Terlepas dari wajib kifayah atau wajib ‘ain status hukumnya, maka sesungguhnya para ulama telah menerangkan berbagai kondisi yang menjadikan amar ma’ruf dan nahi mungkar menjadi dihukumi wajib ‘ain bagi setiap orang. Syaikh Sulaiman bin Abdurrahman al-Huqail menjelaskan hal itu di dalam kitabnya ‘al-Amru bil ma’ruf wan nahyu ‘anil mungkar fi dhau’i Kitabillah’ (hal.52-53, as-Syamilah). Di antara keadaan tersebut adalah :

Pertama :
Bagi orang-orang yang ditunjuk oleh pemerintah Islam untuk mengurusi hal itu. al-Mawardi rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya kewajiban hal itu adalah fardhu ‘ain bagi petugas amar ma’ruf nahi mungkar yang ditetapkan oleh pemerintah, sedangkan kewajiban hal itu bagi orang selain dirinya adalah termasuk dalam kelompok fardhu kifayah.” (al-Ahkam as-Sulthaniyah, hal. 20)

Penyusun berkata :
Hal ini mengisyaratkan kepada kita bahwa keberadaan sebuah lembaga khusus untuk menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh para pemerintah kaum muslimin demi terjaganya keselamatan umat. Sebuah lembaga yang akan mendakwahkan tauhid, sunnah dan ketaatan serta memperingatkan dan menjatuhkan sanksi kepada orang-orang yang dengan terang-terangan mengajak kepada syirik, kekafiran, bid’ah dan kemaksiatan. Semoga Allah ta’ala memberikan taufik kepada para pemimpin kita untuk mewujudkan hal itu.

Kedua :
Apabila suatu perkara yang ma’ruf sudah tidak lagi diketahui oleh banyak orang dan suatu perkara yang mungkar pun telah merajalela sementara tidak ada orang lain yang mengetahuinya selain orang tersebut, maka baginya hukum amar ma’ruf dan nahi mungkar menjadi fardhu ‘ain. an-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya hukum amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah fardhu kifayah, kemudian terkadang hal itu berubah menjadi fardhu ‘ain apabila dalam suatu keadaan atau tempat di mana tidak ada yang mengetahui hukumnya selain dia.” (Syarh Nawawi [2/23])

Penyusun berkata :
Hal ini mengisyaratkan kepada kita tentang pentingnya peranan media informasi untuk menyebarkan dakwah kepada masyarakat. Termasuk di dalamnya penggunaan penerbitan buku, majalah, buletin, dan lain sebagainya untuk menerangkan kepada masyarakat mengenai hukum dan ajaran Islam, dengan media internet, percetakan maupun penyiaran.

Ketiga :
Apabila untuk menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar diperlukan diskusi dan dialog serta penjelasan argumentasi maka hal itu menjadi fardhu ‘ain bagai setiap orang yang pantas dan layak untuk melakukannya. Ibnu al-‘Arabi al-Maliki rahimahullah mengatakan, “Beramar ma’ruf dan nahi mungkar adalah fardhu kifayah… dan terkadang ia menjadi fardhu ‘ain bagi orang yang menyadari bahwa dirinya memiliki kemampuan yang cukup untuk melakukan diskusi dan perdebatan, atau ketika orang lain sudah mengenalnya ahli di dalam bidang tersebut.” (Ahkam al-Qur’an [1/122]).

Penyusun berkata :
Hal ini mengisyaratkan kepada kita bahwa melakukan diskusi, dialog dan perdebatan merupakan salah satu cara dalam berdakwah namun harus dilakukan dengan cara yang benar dan oleh pihak yang berkemampuan bukan oleh sembarang orang. Oleh sebab itulah para ulama salaf tidak bermudah-mudahan untuk menerima tantangan debat atau mengajak orang lain untuk bergabung dalam ajang diskusi, karena untuk melakukannya benar-benar diperlukan bekal yang tidak sedikit dan dibutuhkan kesabaran dan sikap yang bijak serta ketulusan niat untuk mencari kebenaran.

Keempat :
Apabila seseorang memiliki kemampuan untuk beramar ma’ruf dan nahi mungkar sementara orang selain dirinya tidak melakukannya maka hal itu menjadi fardhu ‘ain baginya. Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Dan hal itu -amar ma’ruf dan nahi mungkar- adalah fardhu kifayah dan berubah menjadi fardhu ‘ain bagi orang yang mampu melakukannya sementara orang lain tidak melakukan hal itu.” (al-Hisbah fi al-Islam, hal. 37).

Penyusun berkata :
Hal ini mengisyaratkan kepada kita bahwa setiap masyarakat atau kampung memerlukan orang-orang yang menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar, dan oleh sebab itu maka diperlukan sebuah sistem pendidikan Islam yang mengajarkan kepada mereka perkara-perkara yang ma’ruf dalam Islam dan menerangkan perkara-perkara yang mungkar menurut syari’at Islam. Wallahu a’lam.

Kelima :
Pada saat berbagai kemungkaran merajalela dan para da’i yang mengajak kepada kebaikan dan melarang dari yang mungkar berjumlah sedikit maka hal itu akan dapat berubah menjadi fardhu ‘ain. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Maka pada saatnya sedikitnya jumlah para da’i, dan banyaknya kemungkaran yang bertebaran, terlebih ketika kebodohan telah mendominasi sebagaimana kondisi kita pada hari ini maka hukum berdakwah itu menjadi fardhu ‘ain bagi setiap orang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.” (ad-Da’wah ila Allah, hal.16).

Penyusun berkata :
Hal ini mengisyaratkan kepada kita bahwa pada zaman sekarang ini amar ma’ruf dan nahi mungkar merupakan kewajiban agung yang terletak di atas pundak para pemuda Islam sebab merekalah para penerus perjuangan di masa depan dan karena mereka adalah kalangan masyarakat yang lebih mudah untuk menerima perubahan. Kalau kaum muda sudah hanyut dalam berbagai penyimpangan maka itu artinya masa depan umat Islam akan terancam mengalami kehancuran. Sekarang saja, kemungkaran itu sudah merajalela dan terpampang di depan mata manusia tanpa ada rasa malu lagi, maka bagaimanakah lagi ketika di masa depan kaum muda yang sekarang larut dalam foya-foya dan jauh dari bimbingan agama bisa diharapkan untuk menjadi generasi penerus perjuangan umat Islam? Oleh sebab itu wajib bagi mereka untuk kembali kepada agama Islam dan menekuni al-Kitab dan as-Sunnah dengan pemahaman yang benar yaitu sebagaimana yang dipahami oleh para ulama salaf as-Shalih sebelum nantinya mereka bergerak dan bertindak untuk menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar dengan landasan ilmu yang benar di tengah-tengah masyarakat yang kian hari kian bertambah sakit dan terus menerus menjerit. Wallahul musta’aan.

Semoga tulisan yang singkat ini bermanfaat bagi kita semua. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Yogyakarta, Ahad 16 Rabi’ul Akhir 1430 H
Hamba yang fakir kepada Rabbnya

Abu Mushlih Ari Wahyudi
Semoga Allah mengampuninya dan kedua orang tua
serta kaum muslimin semua


Artikel asli: http://abumushlih.com/dakwah-sudah-menjadi-wajib-ain.html/